𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐈𝐛𝐮 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐓𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚 (𝐋𝐈𝐒𝐍𝐀) 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟏

 

Aku tidak tahu apa yang aku alami ini apakah sebuah musibah, cobaan, atau hukuman atas dosa-dosa yang aku buat. Tapi aku benar-benar terpukul. Tak pernah terpikir sebelumnya akan mengalami hal seperti ini. Suamiku Dani tertangkap sedang pesta narkoba di rumah salah satu teman kantornya. Dan yang lebih parah lagi Heri juga termasuk yang tertangkap. Mereka digerebek aparat dalam keadaan sakaw. Yang membuat aku terpukul mereka bukan Cuma pesta narkoba tapi pesta sex juga. Karena selain teman-teman Dani sesama PNS yang lelaki tertangkap juga tiga orang wanita muda dalam penggerebekan itu. Total tujuh orang yang tertangkap.

Padahal pagi tadi aku baru saja memeriksakan kandunganku di puskesmas. Aku dinyatakan positif hamil. Kandunganku sudah dua bulan. Memang aku sudah merasakan tanda-tanda kehamilan jauh sebelumnya. Aku juga sudah memeriksa menggunakan tes pack tapi aku merasa perlu memeriksa ke puskesmas. Aku berencana memberitahukan kepada Heri kehamilanku yang aku rasa adalah hasil dari persetubuhan kami. Aku yakin ini adalah benih yang ditanamkan Heri. Aku juga percaya bahwa Heri akan bahagia mendengar kabar dariku. Karena dia memang belum mendapatkan keturunan dari isterinya.

Tapi saat aku menghubungi nomor Heri yang menjawab adalah polisi dan dia memberi kabar yang benar-benar mengagetkanku. Dan saat aku diberi kesempatan untuk berbicara dengan Dani suamiku aku sangat terkejut saat suamiku mengatakan bahwa dalam keadaan sakaw Heri mengaku sudah tidur berkali-kali denganku dan suamiku sangat marah. Dia bertekad akan menceraikan aku dan dia melarang aku untuk mengambil anak kami. Nesa tadi pagi aku titipkan di rumah mertua saat hendak ke puskesmas. Dani sudah menghubungi orangtuanya dan memberi tahu nasibnya sekaligus meminta mereka untuk tidak membiarkan aku mengambil Nesa.

Aku merasa tidak kuat menghadapi musibah ini. Aku sampai pingsan saat perjalanan pulang dari rumah mertua untuk mengambil Nesa. Mereka mengusirku dengan kejam. Aku tak sanggup mengahadapinya Kemudian pingsan dan terjatuh dari boncengan ojek online. Aku tidak tahu berapa lama aku tak sadarkan diri. Aku siuman dan mendapati diri telah berada di sebuah tempat tidur.

“Aku ada di mana?” tanyaku pelan.
“Oh ibu sudah siuman, syukurlah. ibu tenang aja. Sekarang ibu dalam perawatan kami. Ibu ada di klinik. Dokter Hans pemilik klinik ini yang menolong ibu. Jadi ibu tidak usah khawatir.” Kata seorang yang sepertinya adalah perawat.
“Oh terima kasih. Apa ada keluarga saya yang tahu saya di sini?”
“Oh iya kami sudah menghubungi nomor-nomor di ponsel ibu. Tapi tidak ada yang menanggapi.”

Aku sangat kecewa. Di saat kena musibah tak ada yang peduli. Mana orangtuaku yang tinggal ibuku saja karena ayahku sudah meninggal tinggal jauh di kampung di pulau sumatera. Aku juga hanya punya satu adik yang juga tinggal di kampung. Aku benar-benar terpuruk. Apa mereka juga tidak pedui. Aku sangat sedih.

Aku hendak pulang tapi perawat di klinik itu menahanku. Katanya aku harus mendapat perawatan intensif karena aku baru saja keguguran. Aku sangat kaget mendengar hal itu. Aku benar-benar telah mendapatkan hukuman setimpal atas dosa-dosa yang aku perbuat. Aku tidak punya uang untuk membayar tagihan dari klinik ini.

Ternyata Dokter Hans nama pemilik klinik yang merawatku. Dia yang melihat aku terjatuh pingsan dari boncengan motor dan hampir saja tertabrak mobil yang dikemudikan olehnya. Kemudian dia menolongku dan membawa ke klinik miliknya. Orangnya sangat baik, dengan sapaan lembut ia pun menanyakan keadaanku.

“Bagaimana perasaan ibu sudah mendingan kan?”
“Iya dok kalau bisa saya ingin secepatnya pulang.”
‘Ibu masih butuh perawatan beberapahari lagi untuk memulihkan kondisi ibu.”
“Bagaimana dengan biaya perawatan saya?”
“Tidak usah khawatir soal itu.”
“Maksud dokter?”
“Pokoknya ibu tenang saja. Soal bayaran tidak usah dipikirkan. Pikirkan saja tentang kesehatan ibu.”
“Oh .”

Aku tidak tahu harus ngomong apa. Dokter Hans kemudian menanyakan tentang sebab aku pingsan . Aku menerangkan awal kejadian yang menimpaku. Perbincanganku dan dokter Hans terasa menyenangkan, dia jauh dari kesan seorang dokter yang kaku dan berwibawa. Kami jadi seperti orang yang telah kenal lama sangat familiar. Mungkin karena dokter Hans simpati dengan apa yang aku alami.

Tak lama kemudian Dokter Hans minta diri setelah memberi arahan pada perawat tentang tindakan yang akan dilakukan padaku. Syukurlah peralatan di klini ini lengkap sehingga aku dapat tertolong. Selama beberapa hari, aku menginap di klinik ini sampai di nyatakan boleh pulang. Aku tak lupa mengucapkan terima kasih atas bantuan para tenaga medis di klinik ini terutama dokter Hans.

Tidak lupa dokter Hans minta nomer telpon selularku agar dia bisa memantau kondisiku. Dengan senang hati akupun memberikan nomer telponku. Kami saling bertukar nomor. Mungkin seorang dokter seperti dia adalah tipe dokter yang sangat suka menolong orang yang kesusahan.

Aku berjalan pulang ke rumah dengan hati galau. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di kota Jakarta ini. Mertuaku pasti menolakku yang sudah berzinah menghianati anak mereka. Sementara ibuku jauh di kampung. Aku memilih untuk pulang kampung saja. Aku tidak berdaya merebut Nesa yang sudah berada dalam pengawasan mertuaku.

Tapi alangkah kagetnya aku saat pintu pagar rumahku telah di gembok. Aku mencoba menelpon mertuaku dan mereka malah mematikan ponselnya. Mereka benar-benar telah membenciku. Aku segera berlalu dari rumah itu karena aku yakin para tetangga akan datang dan mungkin akan mencemooh atau bahkan menghinaku. Saat di jalan tanpa arah dengan taxi yang tadi kunaiki dari klinik Tiba tiba handphoneku berbunyi, aku agak kaget juga rupanya dokter Hans.

“Halo ..”
“Ya dok..”
“gimana keadaan ibu?”

Aku agak lama menjawab.

“Baik dok...”
“Oh kalau ada kesulitan kasih tahu saya.”
“Eh iya dok..”

Aku sangat terharu dengan perhatian dokter Hans. Dia bukan siapa-siapa aku tapi telah menolongku. Aku sangat terkesan pada dokter Hans yang seorang laki-laki yang sangat tampan tapi juga baik hati dan mau menolong pasien yang tidak mampu. Umurnya sudah 34 tahun lebih muda sedikit dariku. Dia juga sudah berkeluarga. .Meski begitu aku merasa dokter Hans enak dijadikan teman untuk saling berbagi. Maka aku membulatkan tekad untuk meminta tolong pada dokter itu.

“Dok boleh saya minta tolong..”

“Oh silahkan kalau sekiranya saya bisa bantu saya akan usahakan.”

“Saya minta diterima kerja di kliniknya dokter. Saya sekarang lagi butuh kerjaan dan tempat tinggal juga.”

“Hmmmmmmm... boleh... kebetulan sekali. Kamu bisa kerja di klinik saya. Dan kamu bisa tinggal juga di pavilyun belakang klinik saya.”
“wah makasih banyak dok. Terus kapan saya bisa mulai kerja.”
“Kapan saja kamu siap.”
“Oke sekarang saja ya dok saya akan kesana.”

Tanpa terasa aku telah menghabiskan dua bulan di klinik dokter Hans. Aku mencoba melupakan segala masalah yang menerpaku dengan fokus menghadapi kerjaan di klinik. Meski berat karena aku harus melawan rasa rinduku pada anakku Nesa. Sementara juga ada rasa rindu dan dendam terhadap Heri. Aku tidak menyangka lelaki yang membuat aku terbuai dan rela melakukan apa saja itu malah menghancurkan aku dengan membongkar perselingkuhan kami. Sementara aku juga merasa diperlakukan tidak adil oleh Dani. Dia yang sering main perempuan dan aku maafkan demi keutuhan rumah tangga ternyata mencampakanku.

Selama aku kerja di klinik dokter Hans selalu penuh perhatian padaku. Kamipunpun sering saling mengirim pesan singkat baik itu tentang kerjaan di klinik atau tentang apa saja. Tak lupa dokter Hans memberikan dorongan padaku agar selalu kuat dalam menjalani hidupku saat ini.

Semakin hari hubunganku dengan dokter Hans semakin dekat. Diluar jam senggangnya dokter Hans sering mengajaku jalan-jalan. Lambat laun aku merasakan mulai menyukai dokter Hans. Sayangnya dia sudah beristeri dan punya anak pula. Aku jadi ingat saat aku menjalin hubungan dengan Heri yang juga sudah beristeri. Oh aku mencoba mengusir jauh-jauh kenangan itu.

Saat ini aku telah memasuki bulan ketiga kerja di klinik ini. Aku tidak tahu pasti apa statusku saat ini. Karena Dani telah menjatuhkan gugatan di pengadilan meski sedang berada dalam tahanan. Aku tidak pernah datang di persidangan meski panggilan untuk sidang sempat aku terima. Entah siapa yang memberi tahu alamatku hingga petugas pengadilan bisa menemukan aku di klinik untuk menyerahkan panggilan sidang. Aku dengar kalau seorang tergugat tidak hadir terus dalam beberapakali sidang putusan cerai akan jatuh. Aku tidak peduli. Aku sudah tidak membutuhkan Dani. Orang yang memisahkanku aku dengan Nesa anakku.

PART KALI INI GA ADA MANTAP2NYA TETAPI HANYA BERISI PENDERITAAN LISNA KARENA KETAHUAN BERZINAH TUNGGU PART BERIKUTNYA GAYS KEMANA LAGI LISNA MENCARI KEPUASAN ??

ليست هناك تعليقات for "𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐈𝐛𝐮 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐓𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚 (𝐋𝐈𝐒𝐍𝐀) 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟏"