𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐈𝐛𝐮 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐓𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚 (𝐋𝐈𝐒𝐍𝐀) 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟗
Minggu pagi setelah acara pesta mabuk itu aku bangun agak siangan. Meski tidak ikutan minum tapi aku kecapean juga akibat memacu birahi dengan Heri. Aku sebenarnya malas bangun tapi Nesa yang sudah lebih dulu bangun merengek-rengek. Mau tidak mau aku harus bangun juga. Kulihat jam ternyata sudah pukul 9 pagi. Suamiku masih lelap dalam tidurnya. Segera saja kumulai aktifitasku sebagai ibu rumah tangga. Mengurus Nesa , beres-beres rumah kemudian menyiapkan sarapan. Jam 10 pagi Dani baru bangun dan langsung mandi. Setelah segar dia segera kuajak sarapan.
“Mah aku semalam mimpi aneh.” Kata suamiku saat selesai sarapan.
“Oh ya...?”
“Iya mah aneh.”
“kayak gimana tuh?”tanyaku penasaran.
“Gimana ya? Gak enak banget diceritain.”
“Gak enak gimana sih? cerita aja pah.”
“Tapi mamah yakin mau denger?”
“mau lah Cuma mimpi ini.”
“Okelah .”
“Terus apa sih mimpinya?”
“Aku mimpi lihat mamah digituin Heri.”
“Hahhhh..?”
“Iya kayak nyata gitu mah.”
Aku kaget dengan apa yang diungkap oleh Dani suamiku. Apa dia benar-benar mimpi atau dia dalam keadaan mabuk berat melihat aku dan Heri semalam dalam keadaan teler mengira itu mimpi. Waduh semoga dia akan tetap menyangka itu hanya mimpi. Karena kenyataannya kami memang bersetubuh dengan penuh nafsu di dekatnya semalam.
“Jangan-jangan itu bukan mimpi mah?”
“Maksud papah?”
“Iya mah...jangan-jangan Heri nekad gituin mamah saat papah mabuk.”
“Ih gila deh...Papah ngawur banget ah?”
“Hahahahhaha papah becanda mah, eh tapi dalam mimpi itu papah kok jadi horni lihat mamah gituan ama Heri tapi papah gak bisa ngapa-ngapain.”
“Maksud papah?”
“Papah jadi bergairah lihat adegan itu kayak nyata gitu mah.”
“Ih gak ngerti deh pah.”
“Papah jadi pengen lihat mamah digituin laki-laki lain .”
“Papah makin ngaco deh. Mamah gak suka.”
“Hahahhahahah iya deh becanda...”
Tapi kok aku kepikiran dengan kata-kata Dani. Aku baru sadar bahwa setelah jatuh cinta kepada Heri aku seolah tidak memikirkan resiko apapun. Aku hanya berpikir bagaimana aku mendapat waktu dan kesempatan untuk mereguk kenikmatan sepuas mungkin. Baru kali ini aku berpikir bahwa kemungkinan Dani curiga itu ada. Aku benar-benar kacau memikirkan hal itu.
Waktu minggu yang seharusnya menjadi saat kebersamaan dengan keluarga berlalu tanpa tkesan akan kebersamaan itu. Kulewati minggu pagi hingga sore dengan perasaan tidak karuan. Ada rasa takut suamiku mulai curiga. Di sisi lain kerinduan untuk terus bersama Heri setiap saat selalu menderaku. Kadang timbul keinginan dalam hati untuk mencampakan saja Dani suamiku dan kemudian menikah dengan Heri. Tapi aku selalu mengusir jauh-jauh pikiran itu. Karena aku memikirkan Nesa dan aku juga merasa bahwa Dani sebagai suami tidak punya kesalahan berarti terhadapku. Jadi sangat tidak beralasan bagiku untuk menceraikan dia.
Daripada pusing aku menyibukan diri dengan pekerjaan rutinku sebagai ibu rumah tangga. Hingga tak terasa sudah petang menjelang malam hari. Segera saja aku mandi dan mempersiapkan diri untuk sholat magrib berjamaah dengan Dani. Usai sholat aku menyiapkan makan malam.
“Mah tahu gak si Heri itu kelakuannya parah banget.” Kata Dani saat saat kami sudah di tempat tidur.
“Parah ...?”
“Iya masak dia ngomong ke isterinya bahwa dia ikut aku ke bandung.”
“Apah...?”
Aku benar-benar kaget mendengar omongan suamiku itu.
‘Emang dia di mana pah? Bukannya dia emang ikut ke Bandung?”
“Enggak dia emang aku ajak sih tapi dia gak mau.”
“Jadi dia ngaku ke isterinya ikut kamu tapi sebenarnya dia gak ikut gitu?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Iya benar mah.” Sahut suamiku santai.
“Gimana ceritanya sampai begitu pah?” kataku dengan perasaan gugup.
“Gini kan minggu lalu waktu aku di Bandung isteri Heri nelpon minta suaminya aktifkan ponselnya. Katanya ponsel suaminya tidak aktif terus sejak berangkat ke Bandung.”
“Hah..?”
“Aku bingung juga dan nanya dalam hati kenapa isteri Heri ngomong kayak gitu ke aku? Tapi aku bilang saja ke isteri Heri bahwa suaminya itu sedang keluar nanti aku sampaikan apa yang dia pesan ke suaminya.”
“Oh kirain papah bilang dia gak ikut ke Bandung.”
“Ah gak kasihan entar mereka berantem. Cuma aku bingung ngapain dia ngomong ikut aku ke Bandung. Terus dia sebenarnya kemana?”
“Hmmmmm gak tahu...” ucapku.
“Yang nanya kamu siapa mah?”
“Eh papah gak nanya ya?”
“Ih mamah suka lemot sih.”
Waduh gawat juga, pikirku. Aku tidak pernah berpikir resiko-resiko semacam ini. Aku tahunya Heri dan aku bertemu diam-diam tidak ada yang tahu dan tidak ada yang lihat. Kalau ceritanya jadi seperti ini tentu bukan hal yang aku inginkan.
“Terus aku tanya Heri kemana dia sebenarnya?”
“Dia bilang apa pah?”
“Dia ngakunya sih tidur di rumah selingkuhannya.”
“Apah...?!?!!
“Iya dia bilang dia tidur di rumah selingkuhannya.”
Aku terdiam mendengar cerita Dani. Aku tidak menyangka Heri bisa cerita seperti itu kepada Dani. Gawat banget kenapa dia bisa segampang itu membuka rahasianya.
“Kapan papah nanya Heri?”
“Semalam mah waktu dia minum.”
“Terus dia cerita gak siapa siapa selingkuhan dia.”
“Gak Cuma dia ngaku kalau selingkihannya itu cantik.”
“Hmmmmmm...”
“Tapi Heri memang bener parah. Dia bilang bahwa selingkuhannya itu isteri orang. Gila kan?”
“Hahhhh...!?!?!
Aku kaget bagai di sambar petir mendengar perkataan suamiku. Benar-benar Heri keceplosan cerita ampai seperti itu. Apa karena dia dalam pengaruh minuman keras. Aku benar-benar kecewa dengan sikap Heri. Bisa-bisa perselingkuhanku ini terbongkar dengan mudah. Gawat banget . Aku jadi bingung harus bagaimana. Apa harus menghentikan ini atau melanjutkan dengan resiko ketahuan.
“Eh tapi bener kan semalam mamah ama Heri gak ngapa-ngapain?”
“Ih papah kok nanya itu lagi?”
“Soalnya aku rasa kayak bukan mimpi gitu.”
“Papah maunya apa sih? Masak papah mikir mamah gituan ama Heri, Gila bener sih.”
“Hahahahhahaha becanda mah. Maaf soalnya papah jadi nafsu kalau ingat itu.”
“Kok jadi nafsu? Bukannya cemburu atau marah?”
“Ada sih cemburu tapi gak ada rasa marah atau apa. Malah jadi nafsu.”
“Nafsu gimana?”
“Jadi pengen...”
Aku sebenarnya tidak bernafsu melayani suamiku. Selain karena aku telah menemukan kepuasan dari Heri aku juga karena saat ini pikiranku sedang kacau. Tapi aku harus melayaninya karena kewajibanku sebagai seorang isteri. Aku melepas pakaianku dengan malas-malasan. Sementara Dani dengan bernafsu telah lebih dulu bugil. Seperti biasa dia langsung mengisap payudaraku kiri kanam terus dia menidahkan cumbuannya ke memekku. Cukup lama dia disana menjilati itilku dan menusuk-nusuk memekku dengan jarinya. Aku tetap tidak memilki gairah dengan perlakuan Dani. Meski begitu Dani tidak menyadarinya dia yang telah bernafsu menusukan kontolnya yang jauh lebih kecil dari milik Heri ke liang kemaluanku. Kontol itu melesak ke dalam memekku meski kemaluanku itu masih belum begitu basah. Ada rasa perih karena kontol itu masuk liang memekku saat kering.
“Oh memekmu sayang.... papah suka banget memek mamah...oh nikmatnya memek mamah!”
Dani memompa kontolnya makin cepat dan tak butuh waktu lama kontol kecil itu mengeluarkan semprotannya yang tidak begitu deras. Aku tidak merasakan nikmat sama sekali dengan apa yang dilakukan Dani kali ini. Bahkan sejak merasakan nikmatnya kontol Heri aku melayani suamiku hanya sekedar saja. Tanpa mengejar kenikmatan karena kenikmatan itu hanya bisa aku dapatkan dari Heri.
***
Obrolan dengan suamiku benar-benar jadi beban pikiranku. Aku mencoba menghubungi Heri untuk menanyakan hal itu. Tapi nomor ponselnya tidak aktif. Mungkin dia memang tidak memakai nomor ponsel khusus yang biasanya dia pakai untuk berhubungan denganku. Tapi dia pakai nomor ponsel sebenarnya yang memang diketahui oleh keluarga dan teman-temannya. Sayangnya aku tidak tahu nomor ponsel Heri yang asli. Aku tahunya nomor yang sering dia pakai itu nomor ponselnya. Ternyata dia hanya memakai nomor itu khusus untuk menghubungiku. Makanya saat dia di rumahku isterinya tidak bisa menghubungi karena nomor aslinya saat itu tidak di pakai. Sampai-sampai dia menelpon Dani meminta tolong agar Heri mengaktifkan ponselnya.
Aku benar-benar galau karena sampai sekarang aku belum bisa menghubungi Heri. Meski baru dua hari saja tidak saling kontak sudah membuat aku baper. Ingin aku menyusul dia ke kantor tapi aku khawatir suamiku yang aku rasa sudah mulai curiga. Aku juga ingin menanyakan nomor ponsel Heri yang sebenarnya ke Dani tapi aku urungkan karena itu tadi hanya akan memancing kecurigaan. Aku menyesal kenapa tidak minta nomor ponselnya yang lain sebelumnya. Akun medsosnya juga semua tidak aktif. Tidak berbicara dengan Heri walau hanya sehari dua hari rasanya bagai berabad-abad.
Ini hari ketiga aku hilang kontak dengan Heri. Aku mencoba kembali menghubunginya. Betapa girangnya aku ketika ada nada dering di ponselku. Tanda bahwa ponsel Heri aktif.
“Halo sayang...”
“halo juga kenapa sih di hubungi gak aktif-aktif?”
“Ponselku di sita isteriku sayang.”
“Kenapa gitu?”
“Karena dia marah aku nonaktifkan ponselku berapa hari saat aku di rumah kamu.”
“Oh itu ya. Makanya kenapa pake matiin HP segala.”
“Soalnya dia kalau nelpon suka lama bisa ganggu kita dong sayang.”
“hahahahha...gitu ya. Eh ada yang mau aku tanya nih.”
“Apa sayang?”
“Gini nih. Aku mau nanya kenapa sih kamu cerita sama Dani kamu tidur di rumah selingkuhan segala?” tanyaku saat aku telpon Heri.
“Iya aku cerita tapi aku kan gak bilang siapa orangnya.”
“Tapi kan kalau kayak gitu bisa bahaya tau. Kalau Dani mulai curiga bisa ketahuan dong.”
“Gapapa juga ketahuan sayang. Kan kamu bakal di ceraikan Dani dan udah itu tinggal kawin ama aku.”
“Huh enak aja. Terus isteri kamu gimana?”
“Istri aku bakal minta cerai juga kan kalau tahu kita ada hubungan. Jadi jangan khawatir.”
“Iya tapi aku gak suka kamu ngomomg hal yang harusnya jadi rahasia sayag.”
“Oke deh. Nanti aku bilang Dani aku hanya bercanda ngomong itu.”
“Iya sayang. Aku kangen banget. Rasanya pengen tiap saat dekat ama kamu.”
“Makanya kamu cerai dengan Dani dan aku ceraikan isteriku kita kawin beres kan.”
“Ih gak segampang itu sayang.”
“ya udah, eh kapan lagi kita bisa ketemuan sayang?”
“Gak tau? Emang kamu bisa kesini pada saat jam kerja?”
“Gak bisa sayang. Kamu aja yang ke kantor.”
“Wah kali ini udah gak bisa sayang.”
“Kenapa?”
Aku lalu cerita percakapanku dengan Dani suamiku tempo hari. Heri hanya tertawa-tawa saja dan menanggapi hal itu dengan lelucon. Aku jadi kesal juga.
“Heri aku serius...”
“Iya aku juga serius. Kayaknya suami kamu gak bakalan marah kalau dia tahu kita selingkuh. Malah dia bakalan horni lihat kita gituan.”
“Heriiiiii...” aku menyebut namanya dengan membentak.
“kenapa sayang...kamu gak percaya? Ada orang yang kayak gitu sayang. Aku gak tahu istilahnya. Tapi orang yang punya sikap kayak gtu bakal horni lihat isterinya di gituin orang. Dan dia suka banget. “
‘Kamu itu ngawur..”
“Enggak...ini serius. Malah ada yang mohon-mohon sama isterinya buat ngentot dengan cowok lain dan minta direkam biar dia nonton rekamannya.’
“Aku gak percaya cerita gila kamu Heri. Udah ah.”
‘Iya deh...”
Terus abis itu kita cerita ngalor-ngidul tanpa ada kepastian kalau kapan bisa ketemu lagi untuk memadu kasih. Karena belum menemukan ide yang bagus untuk itu. Sebenarnya Heri mengajak untuk melakukan chat mesu lewat video calll WA. Tapi aku menolak karena aku tak mau air mani Heri sia-sia tumpah bukan saat berada dekat denganku. Aku meminta dia menyimpan spermanya untuk pertemuan kita nanti. Tapi itu tadi aku belum menemukan kesempatan untuk bisa bertemu dengan Heri.
***
Hampir sebulan lebih aku tidak pernah ikut acara pengajian di kompleks rumahku. Kegiatan yang dilakukan seminggu sekali itu biasanya aku ikuti dengan antusias. Tapi entah kenapa sejak kenal Heri aku melewatkan beberapakali kegiatan itu. Tapi malam ini aku kembali hadir.
“Mbak Lisna tumben udah berapa minggu gak ikutan. Kemana aja sih?” seorang ibu anggota pengajian berbasa-basi denganku.
“Oh jeng Nina maaf nih saya lagi ada urusan dikit sih.” sahutku
“Wah urusannya penting banget ya? Urusan apa sih jeng bagi-bagi dong sapa tahu itu urusan bisnis yang menyenangkan.” sahut ibu yang lain.
Aku agak kesal juga dengan pertanyaan kepo seperti itu. Aku yang dulu rajin ikut pengajian kalau ada yang sering absen sampai berapa minggu atau bahkan berapa bulan baru nongol tidak pernah aku perdulikan. Tapi aku haraf maklum saja. Mungkin basa basi saja. Semua kenal dengan sifat ibu Jamilah yang suka penasaran dan pengen tahu urusan orang.
“Ada deh heheheheh rahasia.” Ucapku.
“Jadi penasaran urusan rahasia mbak Lisna itu kayak apaan ya?” ibu Jamilah lagi.
“Hahahahhaha... namanya juga rahasia.” Kata Jeng Nina.
“Paling rahasia yang ehem-ehem...hehehhehehe!” celetuk ibu yang satu lagi.
Aku tambah kesal terlibat obrolan model begini. Tapi aku berusaha untuk bersikap santai dan menanggapi candaan mereka.
“Hahahahaha... rahasia yang ehem-ehem itu apa sih mbak Eva?” tanya ibu Jamilah.
“Yang bikin melayang gitu hahahahhaha...” ujar mba Eva.
Apaan sih maksud mereka. Ternyata mbak Eva yang merupakan tetangga depan rumah aku ikutan menambah kesal aku dengan kata-katanya yang menyebalkan. Jangan-jangan...ah aku mencoba mengusir perasaan tidak enak yang muncul.
“ih apaan sih mbak Eva pakai melayang segala..?” tanyaku sambil senyum.
“Maksudnya Cuma ngasih tahu ibu jamilah kalo mbak ada urusan enak-enak. Sedang program bikin adik buat Nesa...hehehehhehehe.!”
“hahahahhaha...”
Aku mencoba berprasangka baik saja dengan candaan mereka. Semoga mereka tidak punya maksud lain dari apa yang mereka ucapkan. Meski begitu hati kecilku merasa cemas juga. Apa tetangga kompleks ada yang curiga dengan aku.
Bersambung.

Tidak ada komentar untuk "𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐈𝐛𝐮 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐓𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚 (𝐋𝐈𝐒𝐍𝐀) 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟗"
Posting Komentar